Sitti

Minggu, 11 Juli 2010

Diet Untuk Otak Cemerlang

Siapa bilang diet rendah kalori cuma bikin tubuh langsing? Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Mark Mattson, Ph.D, dari National Institut on Aging di Baltimore, memberikan bukti lain.
"Dari percobaan terhadap binatang, kami menemukan diet rendah kalori dapat melindungi sel otak dari penyakit Alzheimer dan Parkinson." Di samping itu diet rendah kalori juga dapat meningkatkan kemampuan belajar dan memori.
Bagaiman diet rendah kalori dapat berpengaruh pada otak? Mattson menyebutkan makan dalam jumlah sedikit menyebabkan sel syaraf mendongkrak protein yang ampuh melawan penuaan. Di sisi lain peningkatan protein juga memproduksi sel syaraf lebih banyak.

Mattson memperkirakan takaran yang bisa dikonsumsi wanita untuk menjalankan dietnya yaitu 1600 kalori. Jumlah itu cukup baik jika Anda berniat menurunkan berat badan, tapi memang terlalu sedikit jika Anda tidak ingin menurunkan bobot Anda.


Mattson melakukan penelitian ini terhadap sekelompok tikus yang mengkonsumsi 30 persen kalori lebih rendah dari kelompok tikus lainnya yang mengkonsumsi kalori dalam takaran normal.
Kemudian dua toksin otak tikus yang berbeda diberi asam kainic, senyawa yang memusnahkan sel syaraf di hippocampus, bagian otak untuk belajar dan mengingat; dan 3-nitropropionic asam, yang memusnahkan sel syaraf di striatum, daerah otak yang khusus mengatur kontrol gerak-gerik badan.
Pada pasien Alzheimer dan stroke, sel syaraf hippocampus mengalami kerusakan, sementara orang yang menderita penyakit Huntington dan penyakit Parkinson kontak sel syaraf di striatum yang mengalami kerusakan.
Untuk tikus yang melakukan diet ketat, asam kainic akan mengurangi resiko kerusakan pada bagian sel syaraf hippocampal daripada tikus yang tak menjalani diet. Asam kainic semakin menyebabkan otak tak bisa dengan cepat mencerna sesuatu dan mengurangi kemampuan daya ingat pada kelompok tikus yang tak membatasi makanan.
Hasilnya masih lebih nyata pada model penyakit Parkinson dan penyakit Huntington. Toksin menyebabkan terganggunya kerja otak pada tikus yang tak melakukan diet, tetapi tidak berpengaruh pada tikus yang melakukan diet rendah kalori.
"Meskipun penelitian ini tidak dilakukan pada manusia, namun tampaknya masih ada kaitan yang erat antara konsumsi kalori pada manusia dan dengan timbulnya gangguan neurodegenerative," kata Mattson.


Misalnya, orang yang tinggal di Jepang dan Cina cenderung mengkonsumsi kalori lebih sedikit dibanding orang Amerika dan orang Kanada, sehingga mereka prosentase penyakit Alzheimer lebih rendah.
Bagi orang berusia diantara 20 dan 50 tahun, Mattson menganjurkan pemasukan kalori antara 1.600-2.200 perhari. Jumlah asupan tersebut tak akan akan membuat kelaparan, meskipun jauh dari rata-rata kalori normal yang biasa dikonsumsi pada rata-rata usia tersebut. (lighthouse/rit)